Cari Blog Ini

Selasa, 18 Oktober 2011

Pegadaian Syariah


Pegadaian Syariah

A.      Pengertian Gadai
1.         Pengertian Gadai Menurut Umum (Konvensional)
Pegadaian adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Perusahaan Umum Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.
2.         Pengertian Gadai Menurut Syari’at Islam
Gadai dalam perspektif islam disebut dengan istilah rahn, yaitu suatu perjanjian untuk menahan sesuatu barang sebagai jaminan atau tanggungan utang. Kata rahn secara etimologi berarti “tetap”,”berlangsung”dan “menahan”. maka dari segi bahasa rahn bisa diartikan sebagai menahan sesuatu dengan tetap. Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
Rahn merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil utang.

B.       Sejarah Pegadaian Syariah
Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000  yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003  tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah  sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah..
Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali berdiri  di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Syariah. 
C.      Dasar Hukum
Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah : 
Quran Surat Al Baqarah : 283
Description: http://ulgs.tripod.com/aboutme_files/image004.jpg


 Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan
Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 23 :
Setiap jenis transaksi bukan tunai atau pembayaran hutang haruslah tercatat dan dilangsungkan di depan dua saksi supaya tidak berlaku kesalahan atau bila salah seorang ada yang memungkiri, tidak tercipta kesulitan. Perhatian Islam terhadap persoalan ini sampai pada tahapan di mana dalam perjalanan pun, lakukanlah pesan ini dan jika tidak menemukan penulis, maka kokohkanlah transaksi (jual-beli) itu dengan cara mengambil sesuatu dari pihak yang berutang sebagai jaminan.
Jaminan yang ada di tangan pihak piutang, adalah amanah dan si piutang tidak memiliki hak untuk memanfaatkan atau menggunakannya di jalan yang tidak benar, melainkan ia harus berupaya memelihara dan menjaganya agar ketika orang yang berhutang membayar pinjamannya, maka jaminannya itu dikembalikan kepadanya secara utuh. Orang yang berutang pada hakekatnya dianggap sebagai orang yang amanah sehingga diberikan pinjaman, maka ia harus membayar utangnya itu tepat pada waktunya, supaya orang yang memberikan pinjaman tidak memperoleh kerugian. Khususnya di tempat di mana orang yang berpiutang kepercayaannya kepada yang berutang sedemikian besarnya sehingga tidak meminta jaminan, maka dalam kondisi seperti ini, pihak yang berutang harus memandang Allah dan tidak memakan harta orang lain.
Penutupan ayat juga menganjurkan kepada orang-orang Mukmin secara umum supaya tidak berpendek tangan dalam menjelaskan hak-hak masyarakat, karena Allah Swt mengetahui segala apa yang ada di hati kalian dan menyembunyikan kebenaran, kendati dalam zahirnya diam dan manusia tidak melakukan suatu pun tindakan, sehingga merasakan berbuat dosa, namun sesungguhnya merupakan dosa yang paling besar, karena ruh manusia menjadi kotor karenanya.
Dari ayat ini dapat dipetik beberapa pelajaran:
1.    Transaksi bukan tunai, janganlah ditegaskan atas janji lisan, melainkan dengan tertulis dan mengambil kesaksian dan sekiranya perlu, transaksi itu dikokohkan dengan mengambil jaminan.
2.    Dengan jalan membayar hutang tepat pada waktunya, berarti kita telah memelihara kepercayaan dan keamanan ekonomi masyarakat terjaga.
Hadist
Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. HR Bukhari dan Muslim 
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya. HR Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah 
Nabi Bersabda : Tunggangan ( kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. HR Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai 
Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki ( oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya ( menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya. HR Jemaah kecuali Muslim dan Nasai-Bukhari 
Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181)  
Landasan ini kemudian diperkuat  dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut. 
1.    Ketentuan Umum :
a.    Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun ( barang ) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
b.    Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
c.    Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
d.   Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
e.    Penjualan marhun
1)   Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.
2)   Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi.
3)   Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
4)   Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin. 
2.     Ketentuan Penutup
a.    Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
b.    Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya


D.      Rukun dan Syarat Transaksi Gadai
Secara umum syarat sah dan rukun dalam menjalankan transaksi gadai adalah sebagai berikut:
Rukun Gadai
1.    Ada ijab dan qabul (shighat)
2.    Terdapat orang yang berakad yang mengadaikan (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin)
3.    Ada jaminan (marhun) berupa barang / harta
4.    Utang (marhun bih)

Syarat Sah Gadai
1.    Shigat
2.    Orang yang berakal
3.    Barang yang dijadikan pinjaman
4.    Utang (marhun bih)

E.       Hak dan Kewajiban Pihak yang Berakad
a.    Penerima Gadai (Murtahin)
Hak Penerima Gadai
1.    Apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, murtahin berhak untuk menjual marhun
2.    Untuk menjaga keselamatan marhun, pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang dikeluarkan
3.    Pemegang gadai berhak menahan barang gadai dari rahin, selama pinjaman belum dilunasin
Kewajiban Penerima Gadai
1.    Apabila terjadi sesuatu (hilang ataupun cacat) terhadap marhun akibat dari kelalaian, maka marhun harus bertanggung jawab
2.    Tidak boleh menggunakan marhun untuk kepentingan pribadi
3.    Sebelum diadakan pelelengan marhun, harus ada pemberitahuan kepada rahin
b.    Pemberi Gadai (Rahin)
Hak Pemberi Gadai
1.    Setelah pelunasan pinjaman, rahin berhak atas barang gadai yang diserahkan kepada murtahin
2.    Apabila terjadi kerusakan atau hilangnya barang gadai akibat kelalaian murtahin, rahin menuntut ganti rugi ataas marhun
3.    Setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya, rahin berhak menerima sisa hasil penjualan marhun
4.    Apabila diketahui terdapat penyalahgunaan marhun oleh murtahin, maka rahin berhak untuk meminta marhunnya kembali

Kewajiban Pemberi Gadai
1.    melunasi penjaman yang telah diterima serta biaya-biaya yang ada dalam kurun waktu yang telah ditentukan
2.    apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tidak dapat melunasi pinjamannya, maka harus merelakan penjualan atas marhun pemiliknya

F.       Akad Perjanjian Transaksi Gadai
1.      Qard al- Hasan
Akad ini digunakan nasabah untuk tujuan konsumtif, oleh karena itu nasabah (rahin) akan dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadai (marhun) kepada pegadaian (murtahin)
Ketentuannya:
a.    Barang gadai hanya dapat dimanfaatkan dengan jalan menjual, seperti emas, barang elektronik, dan lain sebagainya
b.    Karena berifat social, maka tidak ada pembagian hasil. Pegadaian hanya diperkenakan untuk mengenakan biaya administrsi kepada rahin
2.      Mudharabah
Akad yang diberikan bagi nasabah yang ingin memperbesar modal usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif.
Ketentuannya:
a.    Barang gadai dapat berupa barang barang bergerak maupun barang tidak bergerak seperti : emas, elektronoik, kendaraan bermotor, tanah, rumah,dll
b.    Keundungan dibagi setelah dikurangi dengan biaya pengelolaan marhun
3.      Ba’I Muqayyadah
Akad ini diberikan kepada nasabah untuk keperluan yang bersifat produktif. Seperti pembelian alat kantor, modal kerja. Dalam hal ini murtahin juga dapat menggunakan akad jual beli untuk barang atau modal kerja yang diingginkan oleh rahin. Barang gadai adalah barang yang dimanfaatkan oleh rahin aupun murtahin.
4.       Ijarah
Objek dari akad ini pertukaran manfaat tertentu.bentuknya adalah murtahin menyewakan tempat penyimpanan barang.

G.      Resiko Kerusakan Marhun
Marhun adalah:
1. Objek atau barang yang dijadikan jaminan; Termasuk salah satu rukun yang harus ada dalam transaksi dengan menggunakan prinsip atau akad rahn.
2. Harta yang diagunkan pada akad rahn disebut al-marhun (yang diagunkan).
Harta agunan itu harus diserahterimakan oleh ar-rahin kepada al-murtahin pada saat dilangsungkan akad rahn tersebut. Dengan serah terima itu, agunan akan berada di bawah kekuasaan al-murtahin.
Bila marhun hilang di bawah penguasaan murtahin, maka murtahin tidak wajib menggantinya, kecuali bila rusak atau hilangnya itu karena kelalaian murtahin atau karena disia-siakan. Menurut Hanafi, murtahin yang memegang marhun menanggung resiko kerusakan marhun atau kehilangannya, baik karena kelalaian maupun tidak. Sedangkan menurut Safi’iyah murtahin menanggung resiko kehilangan atau kerusakan marhun, bila disia-siakan.
H.      Mekanisme Operasional dan Perhitungan Pegadaian Syari’ah
Dengan memahami konsep lembaga gadai syariah maka sebenarnya lembaga gadai syariah untuk hubungan antar pribadi sudah operasional. Setiap orang bisa melakukan perjanjian hutang piutang dengan gadai secara syariah. Pada dasarnya konsep hutang piutang secara syariah dilakukan dalam bentuk al-qardhul hassan, dimana pada bentuk ini tujuan utamanya adalah memenuhi kewajiban moral sebagai jaminan sosial.
1.    Jenis barang yang digadaikan
Jenis-jenis barang yang digadaikan dapat berupa
-   Perhiasan
-   Alat – alat rumah tangga
-   Kendaraan
2.    Biaya – biaya
a.    Biaya administrasi pinjaman
Untuk transaksi pinjaman ditetapkan sebesar Rp 50,- untuk setiap kelipatan pinjaman Rp 5.000,- biaya ini hanya dikenakan 1 kali diawal akad
b.    Jasa simpanan
Besarnya tarif ditentukan oleh:
-       Nilai taksiran barang
-       Jangka waktu ditetapkan 90 hari
-       Perhitungan simpanan setiap kelipatan 5 hari. Berlaku pembulatan ke atas (1-4 hari dengan 5 hari)
c.    Biaya Berdasarkan Ketentuan Barang
-       Perhiasan sebesar Rp 90,- per 10 hari. Total biaya dilakukan pembulatan Rp 100 terdekat (0-50 dianggap 0; > 51- 100 dibulatkan Rp 100,-)
-       Barang elektronik alat rumah tangga biayanya sebesar Rp 95,- per 10 hari
-       Kendaraan bermotor biayanya sebesar Rp 100,- Per 10 hari

3.    Sistem cicilan atau perpanjangan
Nasabah (rahin) dapat melakukan cicilan dengan jangka waktu 4 bulan. Jika belum dapat melunasi dalam waktu tersebut, maka rahin dapat mengajukan permohonan serta menyelesaikan biayanya. Lamanya waktu perpanjangan adalah kurang lebih 4 bulan. Jika nasabah masih belum dapat mengembalikan pinjmanya, maka marhun tidak dapat diambil.

4.    Ketentuan pelunasan pinjaman dan pengambilan barang gadai
Besarnya Taksiran
Nilai Taksiran
Biaya Administrsi
Tarif jasa simpanan
Kelipatan
100,000-500,000
500,000
5000
45
10
510,00-1,000,000
> 500 ribu-1 juta
6000
225
50
1.050.000-5.000.000
> 1 juta-5 juta
7,500
450
100
5.050.000-10.000.000
> 5 juta- 10 juta
10.000
2250
500
10.050.000
> 10 juta
15.000
4500
1000

5.    Proses pelelangan barang gadai
Pelelangan baru dapat dilakukan jika nasabah (rahin) tidak dapat mengembalikan pinjamannya. Teknis harus ada pemberitahuan 5 hari sebelim tanggal penjualan.
Ketentuannya :
a.    untuk marhun berupa emas ditetapkan margin sebesar 2 % untuk penbeli
b.    pihak pegadaian melakukan pelelangan terbatas
c.    biaya penjualan sebesar 1 % dari hasil penjualan, biaya pinjaman 4 bulan, sisanya dikembalikan ke nasabah
d.   sisa kelebihan yang tidak diambil selama 1 tahun akan diserahkan ke baitul maal

I.         Jasa dan Produk Pegadaian Syariah
Layanan jasa serta produk yang ditawarkan oleh pegadaian syariah sebgai berikut
1.    Pemberian pinjaman atau pembiayaan atas dasar hukum gadai
Syaratnya harus terdapat jaminan berupa barang bergerak seperti emas, elektronik, dll. Besarnya pemberian pinjaman ditentukan oleh pegadaian, besarnya akan sangat tergantung oleh nilai dan jumlah barang yang digadaikan.

2.    Penaksiran nilai barang
Jasa ini diberikan bagi mereka yang mengiginkan informasi tentang taksiran barang yang berupa emas, perak dan berlian. Biaya yang dikenakan adalah ongkos penaksiran barang.
3.    Penitipan barang (ijarah)
Barang yang dapat dititipkan antara lain: sertifikat motor, tanah, ijazah. Pegadaian akan mengenakan biaya penitipan bagi nasabahnya.
4.    Gold counter
Merupakan fasilitas penjualan emas yang memiliki sertifikat jaminan sebagai bukti kualitas dan keasliannya.

Dalam praktiknya nasabah melakukan transaksi gadai Syariah dengan konsep ijarah (akad sewa tempat). Sedangkan dengan pemberian dana diantaranya Bank Muamalat, dan bank Mandiri Syariah menggunakan prinsip mudharabah dan Musyarakah. Kemudian murtahin (penerima gadai) akan memberikan surat bukti Rahn (gadai) berikut dengan akad pinjam meminjam yang disebut akad gadai syari’ah dan ijarah. Ijarah adalah kesepakatan antara penerima gadai dan pemberi gadai untuk menyewa tempat sebagai lokasi penyimpanan barang gadai.

J.        Perbedaan Pegadaian Syariah Dengan Pegadaian Konvensional
No
Pegadaian Konvensional
Pegadaian Syariah
1
Biaya administrasi berdasarkan barang
Biaya administrasi berupa prosentase yang didasarkan pada golongan barang
2
Jasa simpanan berdasarkan simpanan
Sewa modal berdasarkan uang pinjaman
3
1 hari dihitung 5 hari
1 hari dihitung 15 hari
4
Bila pinjaman tidak dilunasi, barang jaminan akan dijual kepada masyarakat
Bila pinjaman tidak dilunasi, barang jaminan dilelang kepada masyarakat
5
Uang pinjaman 90 % dari taksiran
Uang pinjaman untuk golongan A 92
% sedangkan untuk golongan BCD 88-86%
6
Jasa simpanan dihitung dengan konstanta X taksiran
Sewa modal dihitung dengan prosentase X uang pinjaman
7.
Maksimal jangka waktu 3 bulan
Maksimal jangka waktu 4 bulan
8.
Kelebihan uang hasil dari penjualan barang tidak diambil oleh nasabah, diserahkan kepada lembaga ZIS
Kelebihan uang hasil lelang tidak diambil oleh nasabah, tetapi menjadi milik pegadaian.



K.      Prospek Pegadaian Syariah
Prospek suatu perusahaan secara relatif dapat dilihat dari suatu analisa yang disebut SWOT atau dengan meneliti kekuatan (Strength), kelemahannya (Weakness), peluangnya (Oportunity), dan ancamannya (Threat). Dukungan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk. Perusahaan gadai syariah telah lama menjadi dambaan umat Islam di Indonesia, bahkan sejak masa Kebangkitan Nasional yang pertama. Hal ini menunjukkan besarnya harapan dan dukungan umat Islam terhadap adanya pegadaian syariah. Dan dukungan dari lembaga keuangan Islam di seluruh dunia. Adanya pegadaian syariah yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam adalah sangat penting untuk menghindarkan umat Islam dari kemungkinan terjerumus kepada yang haram. Oleh karena itu pada konferensi ke 2 Menterimenteri Luar Negeri negara muslim di seluruh dunia bulan Desember 1970 di Karachi, Pakistan telah sepakat untuk pada tahap pertama mendirikan Islamic Development Bank (IDB) yang dioperasikan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
IDB kemudian secara resmi didirikan pada bulan Agustus 1974 dimana Indonesia menjadi salah satu negara anggota pendiri. IDB pada Articles of Agreement-nya pasal 2 ayat XI akan membantu berdirinya bank dan lembaga keuangan yang akan beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam di negara-negara anggotanya.
Dari analisa SWOT tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pegadaian syariah mempunyai prospek yang cukup cerah, baik itu adalah Perum Pegadaian yang telah mengoperasikan sistem syariah maupun pegadaian syariah yang baru. Prospek ini akan lebih cerah lagi apabila kelemahan (weakness) sistem mudharabah dapat dikurangi dan ancaman (threat) dapat diatasi.

L.       Perkembangan dan Pertumbuhan Pegadaian Syariah di Indonesia
Berdirinya pegadaian syariah, berawal pada tahun 1998 ketika beberapa General Manager melakukan studi banding ke Malaysia. Setelah melakukan studi banding, mulai dilakukan penggodokan rencana pendirian pegadaian syariah. Tapi ketika itu ada sedikit masalah internal sehingga hasil studi banding itu pun hanya ditumpuk.
Pada tahun 2000 konsep bank syariah mulai marak. Saat itu, Bank Muamalat Indonesia (BMI) menawarkan kejasama dan membantu segi pembiayaan dan pengembangan. Tahun 2002 mulai diterapkan sistem pegadaiaan syariah dan pada tahun 2003 pegadaian syariah resmi dioperasikan dan pegadaian cabang Dewi Sartika menjadi kantor cabang pegadaian pertama yang menerapkan sistem pegadaian syariah.
Prospek pegadaian syariah di masa depan sangat luar biasa. Respon masyarakat terhadap pegadaian syariah ternyata jauh lebih baik dari yang diperkirakan. Menurut survei BMI, dari target operasional tahun 2003 sebesar 1,55 milyar rupiah pegadaian syariah cabang Dewi Sartika mampu mencapai target 5 milyar rupiah.
Pegadaian syariah tidak menekankan pada pemberian bunga dari barang yang digadaikan. Meski tanpa bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh keuntungan seperti yang sudah diatur oleh Dewan Syariah Nasional, yaitu memberlakukan biaya pemeliharaan dari barang yang digadaikan. Biaya itu dihitung dari nilai barang, bukan dari jumlah pinjaman. Sedangkan pada pegadaian konvensional, biaya yang harus dibayar sejumlah dari yang dipinjamkan.
Program Syariah Perum Pegadaian mendapat sambutan positif dari masyarakat. Dari target omzet tahun 2006 sebesar Rp 323 miliar, hingga September 2006 ini sudah tercapai Rp 420 miliar dan pada akhir tahun 2006 ini diprediksi omzet bisa mencapai Rp 450 miliar. Bahkan Perum Pegadaian Pusat menurut rencana akan menerbitkan produk baru, gadai saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ), paling lambat Maret 2007. Manajemen Pegadaian melihat adanya prospek pasar yang cukup bagus saat ini untuk gadai saham. Bisnis pegadaian syariah tahun 2007 ini cukup cerah, karena minta masyarakat yang memanfaatkan jasa pegadaian ini cukup besar. Itu terbukti penyaluran kredit tahun 2006 melampaui target.
Pegadaian cabang Majapahit Semarang misalnya, tahun 2006 mencapai 18,2 miliar. Lebih besar dari target yang ditetapkan sebanyak 11,5 miliar. Jumlah nasabah yang dihimpun sekitar 6 ribu orang dan barang jaminannya sebanyak 16.855 potong. Penyaluran kredit pegadaian syariah Semarang ini berdiri tahun 2003, setiap tahunnya meningkat cukup signifikan dari Rp 525 juta tahun 2004 meningkat menjadi Rp 5,1 miliar dan tahun 2006 mencapai Rp 18,4 miliar. Mengenai permodalan hingga saat ini tidak ada masalah. Berapapun permintaan nasabah asal ada barang jaminan akan dipenuhi saat itu pula bisa dicairkan sesuai taksiran barang jaminan tersebut. Demikian prospek pegadaian syariah ke depan, cukup ceraiah